Kamis, 23 Agustus 2012

RENUNGAN n KISAH INSPIRATIF: Surat Buat Suami

RENUNGAN n KISAH INSPIRATIF: Surat Buat Suami: بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ ♥♥♥♥♥♥ ♥♥♥♥♥♥ Assalamu’alaikum Wr. Wb. Suamiku, berapa jam sudah kita melangkah...

RENUNGAN n KISAH INSPIRATIF: KETIKA AKU INGIN MENIKAH

RENUNGAN n KISAH INSPIRATIF: KETIKA AKU INGIN MENIKAH: Wahai Rabb semesta alam, Ku ingin menikah atas perintahMu, Sungguh ku sangat khawatir tak mampu menjalankan perintahMu Tak berpijak nafs...

Rabu, 22 Agustus 2012

HANYA SEBUAH RENUNGAN....

HANYA SEBUAH RENUNGAN....
Jika engkau memperhatikan kondisi manusia, maka engkau akan mendapati :
Ada yang jika engkau melihatnya maka engkau berkata, "Maasyaa Allah"
Ada yang jika engkau memandangnya niscaya engkau berkata, "Subhaanallah"
Ada yang jika engkau menatapnya engkau berkata, "Allahu Akbar"
Ada yang jika engkau memperhatikannya engkau seraya berkata, "Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji'uun"

Ada yang jika engkau meliriknya maka engkau berkata, 'Astaghfirullah wa atuubu ilaih"

Ada yang jika engkau melihatnya engkau berkata dalam hatimu, "Alhamdulillah alldzi 'afaani mimmaa ubtuliita bih" (segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari cobaan yang engkau alami).

Ada yang jika engkau mengamatinya maka engkau berkata, "A'uudzu billahi minasysyaithoonirrojiim"

Sekarang cobalah engkau memandang dan merenungkan dirimu dan jiwamu… 
renungkan hakekat kondisimu terhadap Allah… maka apakah yang akan engkau ucapkan saat ini??!!
lantas jika ada orang lain yang melihat hakekat kondisimu kira-kira apakah yang akan dia ucapkan??!!

Mau Tahu Akhlak Sebenarnya Seseorang?

Mau Tahu Akhlak Sebenarnya Sseeorang? Tanyalah Istrinya dan Ajaklah Bersafar

Tak jarang kita mendengar seseorang sangat care dengan teman kantor atau baik pergaulannya dengan sahabatnya, akan tetapi ia bisa saja jelek pergaulan bahkan kejam dengan istrinya. Perlu diketahui bahwa bagaimana akhlak laki-laki dengan istrinya itu adalah akhlaknya sebenarnya. Jadi jika ingin mencari testimoni akhlak seseorang tanyalah kepada istrinya. Kemudian cara lainnya yaitu dengan mengajaknya bersafar atau bertanya kepada teman yang sering bersafar dengannya.
Akhlak laki-laki sesungguhnya adalah akhlak dengan istri di rumahnya
Akhlak dirumah dan keluarga menjadi barometer karena seseorang bergaul lebih banyak di rumahnya, bisa jadi orang lain melihat bagus akhlaknya karena hanya bergaul sebentar. Khusus bagi suami yang punya “kekuasaan” atas istri dalam rumah tangga, terkadang ia bisa berbuat semena-mena dengan istri dan keluarganya karena punya kemampuan untuk melampiaskan akhlak jeleknya dan hal ini jarang diketahui oleh orang banyak. Sebaliknya jika di luar rumah mungkin ia tidak punya tidak punya kemampuan melampiaskan akhlak jeleknya baik karena statusnya yang rendah (misalnya ia hanya jadi karyawan rendahan) atau takut dikomentari oleh orang lain. 
Wanita adalah mahkluk yang lemah di hadapan laki-laki, jika seseorang bisa mengusai dirinya dalam bermuamalah dengan orang yang lemah maka itu penampakan akhlaknya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh Al-Mubarakfuriy,
لأن كمال الإيمان يوجب حسن الخلق والإحسان إلى كافة الانسان (وخياركم خياركم لنسائه) لأنهن محل الرحمة لضعفهن

“Karena kesempurnaan iman akan mengantarkan kepada kebaikan akhlak dan berbuat baik kepada seluruh manusia. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya, karena mereka para wanita adalah tempat meletakkan kasih sayang disebabkan kelemahan mereka.”[1]
Hal ini sesuai dengan bimbingan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا

“Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya”[2]
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.”[3]
Muhammad bin Ali Asy-Syaukani rahimahullah menjelaskan hadits,
في ذلك تنبيه على أعلى الناس رتبة في الخير وأحقهم بالاتصاف به هو من كان خير الناس لأهله، فإن الأهل هم الأحقاء بالبشر وحسن الخلق والإحسان وجلب النفع ودفع الضر، فإذا كان الرجل كذلك فهو خير الناس وإن كان على العكس من ذلك فهو في الجانب الآخر من الشر، وكثيرا ما يقع الناس في هذه الورطة، فترى الرجل إذا لقي أهله كان أسوأ الناس أخلاقا وأشجعهم نفسا وأقلهم خيرا، وإذا لقي غير الأهل من الأجانب لانت عريكته وانبسطت أخلاقه وجادت نفسه وكثر خيره، ولا شك أن من كان كذلك فهو محروم التوفيق زائغ عن سواء الطريق، نسأل الله السلامة

“Pada hadits ini terdapat peringatan bahwa orang yang pailng tinggi kebaikannya tertinggi dan yang paling berhak untuk disifati dengan kebaikan adalah orang yang terbaik bagi istrinya. Karena istri adalah orang yang berhak untuk mendapatkan perlakuan mulia, akhlak yang baik, perbuatan baik, pemberian manfaat dan penolakan mudharat. Jika seorang lelaki bersikap demikian maka dia adalah orang yang terbaik, namun jika keadaannya adalah sebaliknya maka dia telah berada di sisi yang lain yaitu sisi keburukan.

Banyak orang yang terjatuh dalam kesalahan ini, engkau melihat seorang pria jika bertemu dengan istrinya maka ia adalah orang yang terburuk akhlaknya, paling pelit, dan yang paling sedikit kebaikannya. Namun jika ia bertemu dengan orang lain
, maka ia akan bersikap lemah lembut, berakhlak mulia, hilang rasa pelitnya, dan banyak kebaikan yang dilakukannya. Tidak diragukan lagi barangsiapa yang demikian kondisinya maka ia telah terhalang dari taufik (petunjuk) Allah dan telah menyimpang dari jalan yang lurus. Kita memohon keselamatan kepada Allah.”[4]
Bagaimana kalau ia belum punya istri?
Ajaklah ia bersafar/berpergian atau tanyalah kepada teman yang pernah bersafar denganya. Ini juga salah satu cara agar mengetahui hakikat akhlak seseorang.
Syaikh Muhammad bin shalih Al-Ustaimin berkata,
وسمي سفرا لأنه من الإسفار وهو الخروج والظهور كما يقال أسفر الصبح إذا ظهر وبان وقيل في المعنى سمي السفر سفرا لأنه يسفر عن أخلاق الرجال يعني يبين ويوضح أحوالهم فكم من إنسان لا تعرفه ولا تعرف سيرته إلا إذا سافرت معه وعندئذ تعرف أخلاقه وسيرته وإيثاره

“Diistilahkan safran [سَفْرًا l] karena diambil dari makna al-isfar [الْإِسْفَارُ ] yaitu: keluar dan terang, nyata. sebagaimana dikatakandalam ungkapan [أَسْفَرَ الصُّبْحُ] yaitu bersinar atau bercahaya. Secara makna disebut  as-safaru–safran karena “membuka perihal akhlak seseorang.” Maksudnya, menjadikan jelas dan nyata keadaannya. Berapa banyak orang yang belum terkuak jati dirinya, bisa terungkap setelah melakukan safar/bepergian bersamanya. Ketika dalam safar itulah engkau mengetahui akhlak, perangai dan wataknya.”[5]
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata,
وإنما سمى السفر سفراً، أنه يسفر عن الأخلاق . وفى الجملة فالنفس فى الوطن لا تظهر خبائث أخلاقهم لاستئناسها بما يوافق طبعها من المألوفات المعهودة، فإذا حملت وعثاء السفر، وصرفت عن مألوفاتها المعتادة، ولامتحنت بمشاق الغربة، انكشفت غوائلها، ووقع الوقوف على عيوبها

“Disebut as-safaru–safran karena “membuka perihal akhlak seseorang. Pada umumnya, seseorang yang tinggal di daerah asalnya tidak menampakkan kejelekan akhlaknya karena ia terbiasa dengan apa yang seseuai dengan tabiatnya yang biasa ia hadapi. Jika ia melakukan safar, maka tidak tidak biasa lagi dengan keadaan dan kebiasaannya. Ia akan diuji dengan kesusahan safar yang berat dan tersingkaplah kejelekan dan diketahui aib-aibnya.”[6]
Dalam suatu riwayat mengenai Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu,
كان عمر رضي الله عنه إذا زكى رجل شخصا عنده قال له هل سافرت معه هل عاملته إن قال نعم قبل ذلك وإن قال لا فقال لا علم لك به

“Umar bin Al-Khatthab radhiallahu ‘anhu ada seseorang yang merekomendasikan temannya, beliau bertanya, “Apakah engkau pernah melakukan safar bersamanya? Apakah engkau telah bergaul dengannya?” jika jawabannya “Ya.” maka Umar pun menerimanya. Jika jawabannya “Belum pernah”, maka Umar  akan mengatakan, “Engkau belum mengetahui hakikat senyatanya tentang orang itu.”[7]
Sahabat sejati adalah sahabat di saat kesulitan dan kesusahan
Salah satu tolak ukurnya dengan safar karena safar identik dengan kesulitan dan kesusahan. Disaat senang dan tenang semua bisa jadi teman akan tetapi di saat sulit dan susah tidak semua bisa jadi teman yang baik.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ، فَإِذَا قَضَى أَحَدُكُمْ نَهْمَتَهُ مِنْ سَفَرِهِ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ

Bepergian itu bagian dari azab. Seseorang akan terhalang (terganggu) makan, minum, dan tidurnya. Maka, bila seseorang telah menunaikan maksud safarnya, hendaklah ia menyegerakan diri kembali kepada keluarganya.”[8]
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata,
ومن كان في السفر آذى هو مظنة الضجر حِسنَ الخلق، كان في الحضر أحسن خلقاً .وقد قيل : إذا أثنى على الرجل معاملوه بى الحضر ورفقاؤه في السفر فلا تشكوا في صلاحه .

“Barangsiapa yang ketika bersafar mengalami kesusahan dan keletihan ia tetap berakhlak yang baik, maka ketika tidak bersafar ia akan beraklak lebh baik lagi. Sehingga dikatakan, jika seseorang dipuji muamalahnya ketika tidak bersafar dan dipuji muamalahnya oleh para teman safarnya,maka janganlah engkau meragukan kebaikannya.”[9]
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
22 Jumadil awal 1432 H, Bertepatan  14 April 2012
Penyusun: Raehanul Bahraen


[1] Tuhfatul Ahwazi 4/273, Darul Kutub Al-‘ilmiyah, Beirut, Syamilah
[2] . HR At-Thirmidzi no 1162,Ibnu Majah no 1987 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 284
[3] HR At-Thirmidzi no 3895,Ibnu Majah no 1977, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 285
[4] Nailul Authar 6/245-256, Darul hadits, Mesir, cet. I, 1413 H, Syamilah
[5] Syarh riyadhus shalilhin 3/77, Darul Atsar, Koiro, cet. I
[6] Mukhtashar Minhajul Qashidin 2/57, Syamilah
[7] Syarh riyadhus shalilhin 3/77, Darul Atsar, Koiro, cet. I
[8] Shahih Al-Bukhari no. 1804 dan Shahih Muslim no. 179
[9] Mukhtashar Minhajul Qashidin 1/39, Syamilah

6 Cara Syaithan Menggoda Manusia

6 Cara Syaithan Menggoda Manusia

“Iblis menjawab : “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf : 16-17)

Di dalam ayat ini Allah Ta’ala mengisahkan tentang Iblis yang bersumpah untuk menyesatkan Bani Adam dari jalan yang lurus sekuat tenaga dengan berbagai cara dan dari segala arah dengan berbagai taktik dan strategi.

Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ighosatul Lahfan menjelaskan: 
“Jalan yang dilalui oleh insan ada empat, (tidak lebih) ia terkadang arah depan dan arah belakang di jalan manapun ia lalui, ia akan menjumpai syaithan mengintai. Bila menempuh jalan ketaatan, ia menjumpai syaithan siap menghalangi atau memperlambat laju jalannya bila ia menempuh jalur kemaksiatan, ia akan menjumpai syaithan siap mendukungnya“.

Syahqiq pernah berkata :
”Tiada suatu pagi pun melainkan syaithan telah duduk mengintaiku dari empat penjuru dari depan dan belakangku serta dari arah kanan dan kiriku. Iapun berkata : “Jangan engkau takut karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang maka aku membaca : “Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beramal sholih, kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaha: 82)

Adapun dari arah belakangku maka ia menakut-nakuti akan menelantarkan keluarga yang akan aku tinggalkan. Maka aku membaca : “Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”(Hud : 6)

Dari arah kanan ia mendatangiku dari sisi perempuan, maka aku baca : “….Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa“.

Dari arah kiri ia mendatangiku dari sisi syahwat, maka aku membaca : “Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka inginkan….“ (Saba’ : 54) 
(Lihat Mawaridul Aman 173-174)

Inilah ambisi syaithan, untuk menyesatkan semua bani Adam sampai tidak tersisa seorang pun dari mereka yang bersyukur dan taat kepada Allah. Secara realita, ternyata program syaithan ini menjadi kenyataan karena mayoritas bani Adam telah terperangkap dalam jebakan-jebakannya, kecuali hamba-hamba Allah yang ikhlas. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman tentang Iblis : 
“Iblis menjawab : “Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” Allah berfirman: ” Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Aku katakan. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenismu dan orang-orang yang mengikutimu di antara mereka semua.” (Shad : 82-85)

Enam Cara Syaithan Menggoda Bani Adam
Dalam rangka menyesatkan bani Adam dari jalan yang lurus, syaithan mempersiapkan cara dan jebakan-jebakan. Ada enam tingkatan jebakan yang dipasang syaithan untuk menjerat bani Adam sebagaimana yang diterangkan para ulama, yaitu :

Pertama : Syaithan akan berupaya menjerumuskan bani Adam ke lembah kekafiran atau kesyirikan. Namun bila bani Adam selamat dari jebakan ini syaithan akan menggunakan cara berikutnya.


Kedua : Syaithan akan berusaha menjatuhkan bani Adam ke lembah bid’ah sehingga ia mengamalkan bid’ah dan menjadi ahlil bid’ah. Namun bila bani Adam termasuk ahli sunnah dan tidak mampu diperdaya, maka syaithan akan menggunakan cara berikutnya.


Ketiga : Syaithan akan menggoda bani Adam untuk melakukan dosa-dosa kecil dan menganggapnya remeh. Namun bila Allah menjaganya, maka syaithan akan menggoda dengan cara lain.


Keempat : Syaithan akan menggoda bani Adam untuk melakukan dosa-dosa kecil dan menganggapnya, maka syaithan akan menggoda dengan cara lain.


Kelima : Syaithan akan menyibukkan bani Adam dengan perkara mubah sehingga mereka lalai dari perkara pokok. Namun bila bani Adam selamat dari perangkap ini, maka syaithan akan menggunakan cara yang terakhir.


Keenam : Syaithan akan menyibukkan bani Adam dengan amalan yang rendah nilai pahalanya, misalnya dia menyibukkan bani Adam dengan amal sunnah sehingga melalaikannya dari amal wajib. Demikian seterusnya (Lihat Madakhilus Syaithon ‘alas shalihin 9-10)


Bila ada seorang yang selamat dari enam perangkap syaithan tersebut, maka dia termasuk hamba Allah yang ikhlas yang tidak dapat digoda oleh syaithan dengan taufiq dan hidayah dari Allah Ta’ala.

Makar Jahat Syaithon

1. Menabur Benih Permusuhan dan Buruk Sangka di Kalangan Muslimin

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits bersabda : 
“Sesungguhnya iblis telah berputus asa untuk dapat disembah oleh orang-orang sholih, namun dia berupaya menebarkan benih permusuhan di kalangan mereka.” (HR Muslim 2812 dan Tirmidzi 1938)

Su’udhan atau buruk sangka adalah salah satu cara syaithan mencerai-beraikan bani Adam (barisan kaum muslimin). Demikian pula tahrisy (menebar benih permusuhan). Dalam sebuah hadits dari Ummul Mukminin Shafiyah binti Huyai, dia bercerita : 
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah i’tikaf di masjid, lalu aku datang menjenguk beliau pada suatu malam untuk berbincang-bincang dengan beliau. (Setelah selesai) aku pun bangkit untuk kembali dan beliau pun bangkit bersamaku untuk menemani. Ketika itu lewatlah dua orang laki-laki Anshor radliallahu ‘anhuma. Tatkala mereka melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, mereka pun mempercepat langkahnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pun berseru: “Perlahanlah! Wanita ini adalah Shafiyah!” Dua orang itupun berkata :”Subhanallah, ya Rasulullah!” Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya syaithan menjalar pada diri Adam pada aliran darah dan sungguh aku khawatir syaithan akan melemparkan kejahatan pada hati kalian berdua (ketika melihat aku) lalu terucaplah sesuatu.” (HR Bukhari 4/349-350)

2. Menghiasi Bid’ah Bagi Manusia

Syaithan akan datang pada seseorang dengan menghiasi kebid’ahan dan membisikkan dalam hatinya: “Orang-orang di masa kini telah jauh meninggalkan agamanya dan sulit sekali mengembalikan mereka kepada agama. Alangkah baiknya kalau engkau mengerjakan beberapa amal ibadah dengan beberapa tambahan dari apa yang telah ditetapkan dalam sunnah Rasul dengan harapan agar mereka kembali pada agama mereka, karena menambah amal kebajikan adalah baik.” Akhirnya orang bodoh tersebut pun mengikuti bisikan syaithan.

Kita telah mengetahui bahwa ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu harus diambil dari petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam semata. Kita tidak memiliki hak untuk menambah dan mengurangi atau mengubah semau kita karena ini adalah perbuatan yang tidak dibenarkan dan termasuk perangkap syaithan.

3. Menakut-nakuti Bani Adam

Dalam hal ini syaithan akan menakuti bani Adam dengan dua cara :

Pertama : Syaithan akan menakuti bani Adam dengan wali-walinya dari kalangan orang-orang kafir, musyrik, fasiq, dan ahli maksiat. Syaithan membisikkan : “Hati-hati kamu dari mereka! Mereka memiliki kekuatan yang dahsyat….!” Akhirnya dia pun bergabung dengan wali-wali syaithan.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 
“Sesungguhnya yang demikian itu tidak lain hanyalah syaithan yang menakut-nakuti kamu dengan kawan-kawannya (orang musyrik Quraisy) karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar beriman.” (Ali Imron : 175)

Kedua : Syaithan akan menakuti bani Adam dengan kefakiran. Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan:
“Syaithan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu dengan kejahatan (kikir) …” (Al-Baqarah : 268)

Syaithan membisikkan kepada tukang riba: “Kalau engkau tinggalkan profesimu, dari mana kamu akan mendapatkan harta? Kamu akan jatuh miskin!” Akhirnya orang tersebut lebih bersemangat menekuni profesi riba.

Syaithan membisikkan kepada penjual khamr : “Jangan engkau tinggalkan profesimu, tidak ada profesi yang lebih menguntungkan selain profesi yang sedang engkau geluti. Kalau engkau tinggalkan engkau akan jatuh. Belum tentu engkau mendapati profesi pengganti sebaik ini!” Akhirnya dia pun semakin giat memasarkan berbagai produk dan merek khamr.

Semua itu adalah bisikan syaithan yang menyesatkan bani Adam padahal Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman:
“… Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Ath-Thalaq : 2-3)

4. Melemparkan Keraguan Dalam Hati

Termasuk cara syaithan menyesatkan bani Adam adalah melemparkan keraguan dan was was dalam hati baik dalam hal aqidah, ibadah, maupun muamalah. (Lihat Madakhilus Saithan ‘alas Shalihin 11-27)

Masih banyak lagi cara dan perangkap yang dipasang syaithan untuk menjerat bani Adam. Di samping itu ada beberapa hal yang mudahnya syaithan menjalankan makarnya, di antaranya:

1. Kebodohan bani Adam
2. Hawa nafsu, lemah keikhlasan, dan tipisnya keimanan
3. Lalai dari dzikrullah
4. Tidak memperhatikan jebakan-jebakan syaithan
5. Mengerjakan perbuatan sia-sia
6. Berlebih-lebihan (israf) dari kebutuhan
(Lihat al-Fawaid hal 185-186 dan Madakhilus Syaithan ‘alas Shalihin hal 28)

Jalan Keluar dari Makar Syaithan
Di akhir pembahasan ini kami sebutkan beberapa cara untuk menyelamatkan diri dari cengkeraman, godaan dan jebakan-jebakan syaithan yang tertulis dalam kitab Madakhilus Syaithon ‘alas Shalihin hal 28-29, yaitu:

1. Beriman kepada Allah Ta’ala dan bertawakal kepada-Nya. Allah berfirman: 
Sesungguhnya syaithan itu tidak ada kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb-Nya.” (An-Nahl :99)

2. Menuntut ilmu syar’i dari sumber dan pemahaman yang benar karena dengan ilmu ini kita terbimbing kepada jalan yang lurus dan mampu menepis sekian banyak perangkap syaithan yang dipasang untuk menjerat kita.


3. Mengokohkan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 
Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis (ikhlas) di antara mereka.” (Al-Hijr :40)

4. Membentengi dengan dzikrullah dan isti’adzah (memohon perlindungan) kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman: 
“Dan jika kamu ditimpa godaan syaithan maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (Al-A’raf : 200)

Mudah-mudahan Allah melindungi kita dari jebakan-jebakan syaithan yang menyesatkan.
Amin ya Mujibas Sailin 

___________

Sumber: http://www.abuayaz.co.cc/2010/08/6-cara-syaithan-menggoda-manusia.html

Kenikmatan yang Menipu. Oleh: Ibnu Al-Jauzy


Barangsiapa yang berpikir dalam-dalam dan seksama tentang akhir kehidupan dunia, ia akan senantiasa waspada. Barangsiapa yang yakin akan betapa panjangnya jalan yang akan ditempuh, maka ia akan menyiapkan bekal sebaik-baiknya. Alangkah anehnya manusia yang yakin akan sesuatu, namun ia melupakannya dan betapa anehnya mereka yang mengetahui bahaya sesuatu, namun ia juga menutup mata!

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
”Kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.” (QS Al-Ahzab [33] :37)

Anda tahu bahwa anda dikalahkan oleh hawa nafsu anda, dan anda tahu bahwa anda tak sanggup menaklukkannya. Alangkah anehnya jika anda merasa gembira dengan ketertipuan anda dan larut dalam kealpaan terhadap hal yang tersembunyi di dalam diri anda. Anda terperdaya oleh kesehatan anda, namun anda lupa betapa dekat penyakit dengan diri anda. Telah anda saksikan dengan mata kepala anda sendiri tempat pembaringan akhir anda dan telah ditampakkan kehadapan anda ranjang-ranjang kematian oleh orang-orang yang ada di sekitar anda. Sungguh anda telah tenggelam dan hanyut dalam kelezatan-kelezatan duniawi, hingga anda melupakan kehancuran diri anda sendiri.

Engkau laksana tiada mendengar kabar mereka yang telah lalu
Tidak pula engkau melihat waktu memperlakukan teman-temanmu
Jika engkau tak sadar bahwa itulah rumah-rumah mereka yang abadi
Kubur-kubur mereka lenyap diterpa angin yang menderu

Betapa banyaknya, anda melihat, para penghuni yang tak pernah memasuki rumahnya sendiri, sebelum mereka dipaksa memasukinya! Betapa banyak pemilik singgasana yang terusir oleh musuh-musuh yang kemudian menguasai istananya. Wahai siapa saja yang detik-detik kehidupannya terus melaju, betapa anehnya mereka, seperti manusia yang tak tahu dan tak mengerti apa-apa.

Bagaimana bisa matanya lelap terpejam
Padahal ia tak tahu kemana akan kembali

Sumber: Syaidul Khatir, (Indonesia) oleh Ibnu al-Jauzy
http://www.raudhatulmuhibbin.org

10 Nasihat Ibnul Qayyim Untuk Bersabar Agar Tidak Terjerumus Dalam Lembah Maksiat

Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi dan Rasul paling mulia. Amma ba’du.
Berikut ini sepuluh nasihat Ibnul Qayyim rahimahullah untuk menggapai kesabaran diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat:

Pertama, hendaknya hamba menyadari betapa buruk, hina dan rendah perbuatan maksiat. Dan hendaknya dia memahami bahwa Allah mengharamkannya serta melarangnya dalam rangka menjaga hamba dari terjerumus dalam perkara-perkara yang keji dan rendah sebagaimana penjagaan seorang ayah yang sangat sayang kepada anaknya demi menjaga anaknya agar tidak terkena sesuatu yang membahayakannya. 

Kedua, merasa malu kepada Allah… Karena sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari pandangan Allah yang selalu mengawasi dirinya dan menyadari betapa tinggi kedudukan Allah di matanya. Dan apabila dia menyadari bahwa perbuatannya dilihat dan didengar Allah tentu saja dia akan merasa malu apabila dia melakukan hal-hal yang dapat membuat murka Rabbnya… Rasa malu itu akan menyebabkan terbukanya mata hati yang akan membuat Anda bisa melihat seolah-olah Anda sedang berada di hadapan Allah…

Ketiga, senantiasa menjaga nikmat Allah yang dilimpahkan kepadamu dan mengingat-ingat perbuatan baik-Nya kepadamu……………
Apabila engkau berlimpah nikmat
maka jagalah, karena maksiat
akan membuat nikmat hilang dan lenyap
Barang siapa yang tidak mau bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepadanya maka dia akan disiksa dengan nikmat itu sendiri.
Keempat, merasa takut kepada Allah dan khawatir tertimpa hukuman-Nya
Kelima, mencintai Allah… karena seorang kekasih tentu akan menaati sosok yang dikasihinya… Sesungguhnya maksiat itu muncul diakibatkan oleh lemahnya rasa cinta.
Keenam, menjaga kemuliaan dan kesucian diri serta memelihara kehormatan dan kebaikannya… Sebab perkara-perkara inilah yang akan bisa membuat dirinya merasa mulia dan rela meninggalkan berbagai perbuatan maksiat…
Ketujuh, memiliki kekuatan ilmu tentang betapa buruknya dampak perbuatan maksiat serta jeleknya akibat yang ditimbulkannya dan juga bahaya yang timbul sesudahnya yaitu berupa muramnya wajah, kegelapan hati, sempitnya hati dan gundah gulana yang menyelimuti diri… karena dosa-dosa itu akan membuat hati menjadi mati…
Kedelapan, memupus buaian angan-angan yang tidak berguna. Dan hendaknya setiap insan menyadari bahwa dia tidak akan tinggal selamanya di alam dunia. Dan mestinya dia sadar kalau dirinya hanyalah sebagaimana tamu yang singgah di sana, dia akan segera berpindah darinya. Sehingga tidak ada sesuatu pun yang akan mendorong dirinya untuk semakin menambah berat tanggungan dosanya, karena dosa-dosa itu jelas akan membahayakan dirinya dan sama sekali tidak akan memberikan manfaat apa-apa.
Kesembilan, hendaknya menjauhi sikap berlebihan dalam hal makan, minum dan berpakaian. Karena sesungguhnya besarnya dorongan untuk berbuat maksiat hanyalah muncul dari akibat berlebihan dalam perkara-perkara tadi. Dan di antara sebab terbesar yang menimbulkan bahaya bagi diri seorang hamba adalah… waktu senggang dan lapang yang dia miliki… karena jiwa manusia itu tidak akan pernah mau duduk diam tanpa kegiatan… sehingga apabila dia tidak disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat maka tentulah dia akan disibukkan dengan hal-hal yang berbahaya baginya.
Kesepuluh, sebab terakhir adalah sebab yang merangkum sebab-sebab di atas… yaitu kekokohan pohon keimanan yang tertanam kuat di dalam hati… Maka kesabaran hamba untuk menahan diri dari perbuatan maksiat itu sangat tergantung dengan kekuatan imannya. Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya pun akan kuat… dan apabila imannya melemah maka sabarnya pun melemah… Dan barang siapa yang menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan berbagai macam penyimpangan dan perbuatan maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh maka sungguh dia telah keliru.
(Diterjemahkan dari artikel berjudul ‘Asyru Nashaa’ih libnil Qayyim li shabri ‘anil ma’shiyah, www.ar.islamhouse.com)
http://abuzubair.wordpress.com/2007/09/24/10-nasihat-ibnul-qayyim-untuk-bersabar-agar-tidak-terjerumus-dalam-lembah-maksiat/

Selasa, 21 Agustus 2012

Cinta Beraroma Surga

Mencintai orang lain adalah hak siapapun, Terlebih, bila itu adalah Cinta Fitrah. Kita memiliki Orang Tua yang kita cintai, sahabat yang kita cintai, dan suatu saat istri dan anak anak yang kita cintai.
Dengan mereka, kita berbagi kasih dan cinta, kepada mereka kita mengutarakan cinta, Namun, Kemanakah Sesungguhnya Cinta itu membawa kita? Ke Surga Kah ?,Atau Justru Ke Neraka,???

Judul Ini adalah CINTA BERAROMA SURGA
Ajaklah orang-orang yang engkau cintai megejar surga, maka cinta mu kepadanya akan membuatmu semakin merinduka surga

- Antara FITRAH dan HASRAT DUNIAWI
Ketika ALLAH Subhaanahu Wata'aala menegaskan Sifat Manusia, " Manusia itu adalah makhluk yang paling banyak membantah...'( al Kahfi 54 )
dan Ketika ALLAH Subhaanahu Wata'aala berfirman, " Manusia itu lebih mengetahui dirinya sendiri , meski ia mengungkapkan berbagai alasan.." ( al Qiyamah 14-15 )

Mencintai orang tua, sahabat, atau siapaun, terkadang merupakan sebuah Fitrah, terkadang datang melalui interkasi antar sesama. kita sering kali mengatakan, kita mencintai Orang Tua karena itu adalah Fitrah. Saya Mencintai Sahabat saya, karna itu datang secara Alami, Tapi Benarkah demikian adanya,.?? Belum tentu Wahai Saudaraku,

Kemurnia Cinta kita, hanya dapat dibuktikan dengan kemurnia tujuan dari cinta tersebut. Mari kita renungi kembali Firman ALLAH Ta'aala, '' Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).'' ( Ali Imran 14 )

Kecintaan itu adalah Fitrah, atau hanya sebuah proses Alami, selama Cinta itu menjadi Cinta. Namun saat Cinta itu sudah berbalur Ambisi, berinteraksi dengan Emosi melibatkanKhayalan dan Fantasi, yang kesemuanya itu tidak dibatasi dengan Nilai-Nilai Akhirat, Cinta itu berubah wujud menjadi CINTA DUNIA dan RASA TAKUT terhadap Kematian

Kita mencintai Orang Tua, karenanya kita berambisi bekerja keras demi kebhagiaan keduanya ? Sah-sah saja itu Naruliah, namun ketika ambisi itu menjerat hati kita, sehingga kebhagiaan Dunia Kedua Orang Tua kita adalah segalanya, karenanya kita juga berani melanggar aturan-aturan ALLAH yang menciptakan Hidup ini untuk kita, kita akan binasa karna cinta itu

Karena seorang kelompok, penjudi, atau koruptor sekalipun, senang membhagiakan kedua Orang Tuanya dengan Uang-uang Haram yang mereka Hasilkan. Itu Kah cinta Sejati ? Bukan Saudaraku. ALLAH sudah mengingatkan, Bahwa ''..dan di sisi ALLAH lah tempat kembali yang baik ( Surga )...'' itu artinya kecintaan kita kepada apa dan siapapun di dunia, harus dibalut kerinduan terhadap Surga disis ALLAH Subhaanahu Wata'aala.

Mencinta, Hati Rindu Surga
Banyak orang yang kala memandang kedua orag tuanya renta, mereka yang terbayang adalah, '' Berapa banyak aku sudah memberikan kebehagiaan dunia kepadannya ?''
Sedikit diantara kita yang apabila memandang wajah mereka, mereka berfikir, '' Ilmu Akhirat apa yang telah aku ajarkan kepada mereka, sebagai balasan dari segala yang telah mereka berikan kepadaku ? Seberapa sering aku mengajak mereka untuk sama-sama bertaqwa kepada ALLAH Yang Maha Kuasa ''??

Saat kita memandang segala sesuatu dengan Kerinduan Surga, maka segala sesuatu itu akan menampakkan keindahan Cinta yang sesungguhnya. Diwajah orang-orang Tua itu, kita melihat dekatnya kematian, tuanya kehidupan dunia ini, dan kepayahan mmenghadapi hidup yang harus dibayar dengan kebahagiaan Surga, Tapi Sudahkah kita mengupayakannya ?

Betapa Indah, Ungkapan seorang pujangga Arab yang sudah Tua Renta, '' Andaikata masa muda itu datang kermbali, akan ku kabarkan kepadanya, apa saja yang dialami orang-orang dimasa Tua..''

Saat kita melihat siapapun, berbuatlah yang terbaaik, agar kita pun menunai segala yang terbaik buat diri kita. Saat memandang anak-anak kecil, ajarkanlah segala kebaikan yang kita tahu, bahkan yang selama masa kecil kita tidak pernah melakukannya. berharaplah mereka menjadi jauh lebih baik dari diri kita dimasa lalu dan diri kita dimasa sekaranng ini.

Saat melihat orang-orang Tua, ajarkanlah kepada mereka bekal menuju kematian, selain membantu mereka meniti sisa hudup dengan bahagia. Semoga ALLAH meringankan tangan orang lain untuk membimbing kita menutup hidup dengan baik, saat kita pun Harus menjalani masa tua seperti mereka

Berharaplah mereka beroleh Husnul Khaatimah, sebagaimana kita pun mengharapkan itu untuk diri kita, Rasulullah Shallallaahu'alaihi wasallam bersabda, " orang yang penuh kasih, akan dikasihi ALLAH Yang Maha Pengasih, Kasihilah makhluk dimuka bumi, maka ALLAH yang Ada di Langit akan mengasihimi... ( Shahiih al Albani dalam Shahiih al Jami' ash Shagier )

Ajaklah orang-orang yang engaku cintai mengejar Surga, maka cintamu kepadanya akan membuatmu semakin merindukan  Surga. itulah Cinta beraroma Surga
 ( Ustadz Abu Umar Basyier )

Jumat, 03 Agustus 2012


Saudariku tercinta, yakinlah dengan jalan yang kau tempuh!



Fenomena ini mungkin tidak akan kami sampaikan pada kesempatan ini jika saja saudari-saudariku sepondokan, baik yang berstatus aktivis muslim maupun bukan, mampu menjaga kehormatan dirinya dan bersabar atas berbagai macam gelombang syahwat dan syubhat yang terus didengung-dengungkan oleh pihak yang tidak senang dengan kejayaan agama ini.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhawatirkan fitnah (ujian) ini terhadap umatnya. Sebagaimana yang telah disabdakan beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,
"Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kamu adalah syahwat mengikuti hawa nafsu pada perut kamu dan kemaluan kamu serta fitnah-fitnah yang menyesatkan."  (HR. Ahmad).
Dengan penuh kesabaran, mereka akan senantiasa terus merusak generasi muda serta kaum wanitanya. Mengapa ? karena dari wanita-wanita yang rusak moralnya akan terlahir generasi penerus bangsa yang rusak pula ditambah lagi para pemudanya yang tidak tahu lagi menjaga adab-adab dalam bergaul yang telah ditentukan oleh Allah melalui lisan Nabi-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia dan telah temaktub di dalam agama yang telah sempurna ini.
Memang betul diri ini bukanlah pribadi yang alim namun ijinkanlah kami mengisi catatan kehidupan kami dengan sesuatu yang bermanfaat bagi agama ini. Adanya tulisan ini juga bukan berarti kami ingin memposisikan sebagai pihak yang paling benar, sekali lagi tidak.
Mudahan-mudahan uraian ini mampu mewakili kebiasaan kaum kami ketika berinteraksi dengan kaum hawa.
Harapan kami melalui media ini ialah engkau bersama teman-teman kosmu proaktif dalam mencegah kemungkaran, terutama di lingkungan terkecilmu, yaitu di pondokan. Sekurang-kurangnya saling nasehat-menasehati dan saling mengingatkan saudaranya, yang masih belum memperoleh hidayah, agar terhindar dari bahaya tersebut.
Kami yakin di benak ukhti telah tersirat keinginan di atas namun terganjal sesuatu. Bisa saja berupa perasaan bahwa dirinya belumlah pantas menasehati saudaranya. Entah dikarenakan merasa lebih muda, kurang sholeh, masih kurang ilmu agamanya dibandingkan dia, tidak ingin membuka aib saudaranya, tidak ingin membuat saudaranya sedih kemudian akan membenci ukhti, atau tidak ingin mencampuri urusan orang lain.
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk menyampaikan dan mengajarkan ilmu kepada manusia.
Beliau bersabda, "Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat".  (HR. Bukhari & Muslim).
Nah, bukankah ayat yang telah ukhti hafal tidak hanya satu... Mulai dari ayat pertama Surah An-Naas sampai…Kami yakin telah beratus-ratus ayat dalam memorimu. Apakah itu masih belum cukup ? Hmmm, menunggu hingga menjadi hafidzhoh, kah ?
"Jadilah kalian di tengah manusia laksana lebah di tengah bangsa burung, tiada seekor burung pun melainkan menganggap remeh terhadapnya, padahal seandainya bangsa burung itu mengetahui barokah yang terkandung di perut lebah, niscaya mereka tak akan meremehkannya. Maka bergaullah di tengah manusia dengan lisan dan jasad kalian dan berbaurlah bersama mereka dengan amal shalih dan hati kalian. Sesungguhnya manusia akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia usahakan dan pada hari kiamat nanti akan dikumpulkan bersama siapa yang dicintainya".  (Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu).
Perlu diingat pula bahwa azab yang ditimpakan terhadap suatu kaum yang di dalamnya penuh dengan kemungkaran dan kemaksiatan tidak hanya menimpa kepada mereka yang bermaksiat tetapi juga akan menimpa selain mereka. Begitu banyak contoh musibah di negeri ini dimana korbannya tidak hanya dari kalangan ahli maksiat namun juga menimpa orang-orang sholeh di daerah tersebut. Apakah gempa di Indonesia hanya menimpa ahli maksiat sajakah ? Atau apakah ukhti tega menimpakan azab Allah kepada seluruh penghuni pondokan walaupun secara tidak langsung ?
Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman, "Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu, dan ketauhilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya". (QS. Al-Anfal: 25).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, "Sesungguhnya manusia apabila melihat seorang yang zhalim lalu tidak mencegahnya, niscaya, hampir-hampir Allah Subhanahu wa Ta'ala menimpakan azab untuk mereka semuanya."  (HR. Abu Dawud & Tirmidzi)
Ketika kita telah mengetahui pentingnya ilmu, maka sebagai buah dan konsekuensi dari ilmu tersebut adalah beramal. Bayangkan jika ada seorang kimiawan yang sudah menguasai teori reaksi kimia, menguasai teori bahan-bahan kimia, dan trik mencampur bahan tersebut agar menghasilkan reaksi kimia yang cepat dan aman namun dia tidak mau mengaplikasikan ilmunya tersebut. Apakah teori tersebut dapat dikatakan bermanfaat bagi dirinya ?
Begitupula ilmu agama yang telah kita pelajari tanpa kita amalkan maka tidak akan bermanfaat bagi kita karena Allah akan menghisab tentang apa yang kita amalkan disamping apa yang kita ketahui. Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu maka ia telah menyerupai kaum Nasrani dan barangsiapa yang berilmu tanpa mengamalkannya maka ia telah menyerupai kaum Yahudi. (Tafsir Ibnu Katsir).
Ibnu Mas'ud rahimahullah berkata, "Belajarlah ilmu. Apabila sudah tahu, maka amalkanlah". Selain itu betapa indahnya perkataan Fudhail bin Iyadh rahimahullah, "Seseorang yang berilmu akan tetap menjadi orang bodoh sampai dia dapat mengamalkan ilmunya. Apabila dia mengamalkannya, barulah dia menjadi seorang alim".
Perkataan ini mengandung makna yang dalam karena apabila seseorang memiliki ilmu akan tetapi tidak mau mengamalkannya, maka dia adalah orang yang bodoh. Hal ini karena tidak ada perbedaan antara dia dan orang yang bodoh. Maka seseorang yang berilmu tidaklah menjadi seorang alim yang sebenarnya sampai dia mengamalkan ilmunya.
Semua orang yang belajar ilmu dengan tujuan bukan untuk mengamalkannya akan diharamkan baginya keberkahan ilmu, kemuliaannya, dan pahalanya yang agung.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita dari tidak mengamalkan ilmu dengan sabdanya,
"Perumpamaan orang yang mengajari orang lain kebaikan, tetapi melupakan dirinya (tidak mengamalkannya), bagaikan lilin yang menerangi manusia sementara dirinya sendiri terbakar". (HR. Thabrani. Muhaddits abad ini, Muhammad Nashiruddin Albani, berkata sanadnya jayyid (baik)).
Kiranya, dalil berikut ini cukup bagi saudariku yang di kampus aktif di organisasi keagamaan. Bahkan menjadi pemandu asistensi agama Islam di prodinya. Namun ketika berada di pondokan, malah hobi mendatangkan teman lelakinya. Maka dikhawatirkan ia termasuk golongan yang menyuruh orang lain berbuat kebajikan namun ia sendiri terjatuh dalam keburukan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang orang yang tidak mengamalkan ilmunya, "Didatangkan seseorang pada hari kiamat kemudian dia dilemparkan ke neraka sehingga terurai usunya dan dia berputar sebagaimana kedelai berputar pada penggilingan. Kemudian berkumpullah para penghuni neraka disekelilingnya dan berkata, "Wahai fulan, apa yang menimpamu ? Bukankah kamu dulu menyuruh kami untuk berbuat baik dan mencegah kami dari kemungkaran ?" Kemudian orang tersebut berkata, "Dahulu aku menyuruh berbuat kebaikan tapi aku tidak melakukannya dan aku mencegah perbuatan munkar namun aku melakukannya."
(HR. Bukhari & Muslim dari Usamah bin Zaid).
Kami yakin saudariku tentu telah memperoleh proses tarbiyah di lingkungan kampus, organisasi, maupun liqo. Namun siapa yang mampu menjamin sepulangnya dari liqo atau kajian keilmuan mereka akan terbebas dari perilaku jahil. Bahkan orang sekelas murabbi pun tidak akan mampu menjaga kondisi keimanan para mutarabbi-nya akan tetap istiqomah sebagaimana yang ditampakkannya ketika liqo.
Mudah-mudahan kajian-kajian, entah itu liqo, TTS, dan lain sebagainya, yang sedang saudari-saudariku ikuti mampu membentengi dirinya dari terkaman kami, para serigala berbulu domba. Dan juga semoga beberapa penggal kalimat di bawah ini dapat menjadi bahan bagi ukhti untuk dapat menyelamatkan saudaramu, terutama yang berada satu pondokan, agar tidak semakin dalam tergelincir dalam jurang kemaksiatan.
Tentunya semua itu dilakukan dengan niat ikhlas berdakwah lillahi ta'ala serta penuh hikmah agar mereka segera sadar akan kekeliruannya selama ini. Kebenaran yang pada asalnya susah untuk diterima oleh jiwa, ketika disampaikan dengan cara yang buruk dan kasar, tentunya justru akan membuat orang semakin lari dari kebenaran. Oleh karena itulah, dakwah pada dasarnya harus disampaikan dengan cara lemah lembut.
Allah Ta'ala berfirman yang artinya, "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan mauidzoh hasanah (pelajaran yang baik) dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl: 125). 
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya. Dan tidaklah kelemah-lembutan itu tercabut dari sesuatu kecuali akan membuatnya menjadi jelek." (HR. Muslim).
Wahai saudariku yang semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu...
Allah ta'ala memberikan permisalan tentang orang yang telah mengumpulkan banyak kebaikan akan tetapi nanti di akhirat, amalan kebaikan yang diandalkannya tidak dapat banyak bermanfaat,
Allah berfirman yang artinya,
"Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah, Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. (QS. Al-Baqarah:266).
Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma ketika menjelaskan ayat di atas, beliau mengilustrasikan dengan orang kaya yang beramal karena taat kepada Allah, kemudian Allah mengutus setan padanya, lalu orang itu melakukan banyak kemaksiatan sehingga amal-amalnya terhapus (Tafsir Ibnu Katsir).
Oleh karenanya tidaklah pantas diri kita merasa sungkan menasehatinya hanya karena amal ibadahmu belumlah sebanyak dia. Ketauhilah, sebagaimana hadits di atas, amal ibadah sebanyak apapun tidak akan banyak bermanfaat baginya bilamana dirinya masih gemar bergelimang dalam kemaksiatan. Atau engkau merasa belum bisa menyaingi kekayaan mereka ? Atau menganggap dirimu bodoh hanya karena IP-mu di bawah saudaramu ?
Marilah kita merenungkan sejenak sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berikut,
"Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang ‘alim (pandai) dalam masalah duniawi namun jahil (bodoh) terhadap masalah akhirat". (Shahihul Jami': 1875).
Saudariku…sering kali kita melihat seseorang yang bergelimang dalam kemaksiatan namun Allah Ta'ala memberinya kenikmatan duniawi yang sangat besar dan kemudahan dalam melakukan segala urusannya. Ada yang diberi harta yang melimpah, rumah mewah, mobil bagus, dan lain-lainnya. Namun di sisi lain, kita melihat orang-orang yang dikenal dengan ketaatan pada Allah banyak mendapatkan cobaan duniawi baik berupa kemiskinan, kekurangan uang, penyakit dan lain sebagainya.
Ya… bisa juga dianalogikan dengan keadaan umat Islam kini dibandingkan umat lainnya. Dimana orang-orang yang maju dalam bidang ekonomi, teknologi, perindustrian, dll masih didominasi oleh umat non muslim sedangkan kaum muslimin hanya sebagai penonton dan masih berada dalam keterpurukannya hingga saat ini. Apakah Allah Ta'ala tidak adil dalam memberikan balasan pada hamba-Nya ?
Saudariku…itulah istidroj yang menipu..
Kita melihat orang yang bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah malah dibukakan pintu rezeki seluas-luasnya serta dimudahkan segala urusan hidupnya. Maka demikianlah hakikat istidroj (dilulu). Allah akan memberi mereka kenikmatan duniawi sehingga mereka akan terus-menerus melakukan kemaksiatan dan mereka merasa aman dari makar Allah. Sampai suatu saat Allah akan membalasnya dengan azab yang sangat pedih setelah dosa-dosa kemaksiatannya bertumpuk. Na'udzu billahi min dzaalik.
Bagi saudara kita yang belum tersadar akan kekeliruannya selama ini, cukuplah dalil di bawah ini menjadi renungan. Allah Ta'ala berfirman yang artinya,
"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah ? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (QS. Al-A'raaf: 99). 
Allah juga mengancam orang yang merasa PD melanggar rambu-rambu syariat-Nya dan terus-menerus tenggelam dalam kemaksiatan. Allah berfirman yang artinya,
"Maka serahkanlah kepada-Ku orang-orang yang mendustakan perkataan ini. Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur dari arah yang tidak mereka ketahui, dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat tangguh." (QS. Al-Qolam: 44-45). 
Sebenarnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengingatkan kita namun banyak saudara kita yang enggan menghadiri majelis ilmu. Sehingga warisan beliau ini makin asing di telinga kita. Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
"Jika engkau melihat seorang hamba yang senantiasa diberi kenikmatan dunia yang diinginkannya sementara dia senantiasa berada dalam kemaksiatan, maka itulah istidroj."(HR.Ahmad & Ibnu Jarir).
Lebih tragisnya lagi apabila kita masih saja merasa lalai akan makar Allah. Maka secara tidak sadar kita telah terjerembab ke dalam dosa besar. Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma tentang dosa besar, maka beliau menjawab, "Syirik kepada Allah, putus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar Allah."(HR. Al Bazar & Ibnu Abi Hatim).
Adakalanya sikap lalai ini disebabkan saudara kita berpaling dari agama Allah, lalai dari mengenal Tuhannya serta meremehkan hak-hak-Nya. Akibatnya ia meninggalkan kewajiban dan terus-menerus berbuat maksiat. Sehingga rasa takut, terhadap azab Allah baik di dunia maupun di akhirat, dari hatinya terus berkurang dan keimanan tidak tersisa sedikit pun.
Adakalanya pula disebabkan saudara kita beribadah kepada Allah namun merasa takjub dengan dirinya serta tertipu dengan amal sholehnya. Akibatnya, ia merasa PD ketika bermaksiat karena yakin amal ibadahnya selama ini akan meneggelamkan dosa-dosanya. Sehingga hilanglah rasa takutnya kepada Allah. Ia menyangka telah sedemikian dekat dan berada pada kedudukan yang tinggi di sisi Allah.
Saudariku yang tegar di jalan dakwah…
Terus menerus melakukan maksiat akan mengakibatkan kerasnya hati, jauh dari Allah, dan lemahnya iman. Sebab iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Terus menerus melakukan maksiat juga akan mengakibatkan maksiat tersebut menjadi suatu kebiasaan sekaligus tempat bergantung bagi pelakunya. Sungguh, jika jiwa itu terbiasa dengan suatu hal maka akan sulit untuk berpisah dengannya. Jika ini telah terjadi pelaku maksiat akan sulit melepaskan diri dari maksiatnya dan setan akan membukakan untuknya pintu-pintu kemaksiatan lainnya yang lebih besar dan lebih dahsyat dari sebelumnya. Oleh sebab itu, ahli ilmu dan ahli akhlak berkata: "Sesungguhnya kemaksiatan adalah pengantar kekafiran, di mana seseorang akan berpindah-pindah dari satu maksiat kepada maksiat lainnya, setahap demi setahap sampai ia berpaling dari agamanya." Semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberikan taufik dan keselamatan kepada kita semua. {Majaalis syahri Ramadhan, Pengajar Syari'ah dan Ushuluddin Universitas Al-Imam Muhammad bin Su'ud Al-Islamiyah dan anggota Majelis Kibarul Ulama (MUI-nya Kerajaan Saudi Arabia), Fadhilatu Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin)
Di samping itu jika kita tidak hati-hati, dalam kehidupan yang kini serba permisif, maka kita akan jatuh pada sikap meremehkan ajaran agama ini. Di mana beberapa sebab pembatal keislaman, sebagaimana rukun islam yang lain rukun syahadat juga memiliki pembatal, di antaranya adalah :
1. Berbuat syirik dalam beribadah kepada Allah.
2. Menjadikan wasa'ith (perantara) antara dia dan Allah.
3. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau ragu dengan kekufuran mereka, atau bahkan membenarkan madzhab mereka.
4. Meyakini bahwa selain ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam itu lebih sempurna daripada ajaran beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Membenci sedikit saja, dari syari'at yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Melecehkan –sekalipun sedikit dari- dari agama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
7. Melakukan perbuatan sihir.
8. Membantu kaum musyrikin dan menolong mereka untuk menghancurkan kaum muslimin.
9. Meyakini bolehnya bagi seseorang keluar dari syari'at Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.
10. Berpaling dari agama Allah.
(Risalah Mufti ‘Am Kerajaan Saudi Arabia dan Pimpinan Majelis Kibarul Ulama serta Ketua Dewan Divisi Penelitian Ilmiah dan Komisi Fatwa, Syaikh Abdul Aziz bin Baz).
Kriteria pembatal keislaman di atas bukanlah dimaksudkan untuk bermudah-mudahan dalam mengkafirkan saudara kita. Namun, semata-mata dilandasi rasa sayang dan kasihan. Jangan sampai mereka terus-menerus meremehkan ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ini. Jika masalah ini tetap diremehkan maka dikhawatirkan mereka akan termasuk golongan pada point ke-4 atau ke-5.
Keberanian mereka melakukan perbuatan yang dilarang oleh syari'at ini tentunya dilandasi anggapan bahwasanya mereka lebih tahu daripada Rasululllah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Tentang jalan hidup yang bagaimanakah yang harus ditempuh. Inilah akibat globalisasi dimana budaya negatif dari barat pun ikut masuk mencemari gaya hidup kaum muslimin. Mereka beranggapan bahwa gaya bergaul yang efektif dan efisien dalam bersosialisasi adalah dengan menyerupai gaya pergaulan bebasnya remaja bule ala dawnson creek. Kalau di Indonesia mengikuti gaya bergaul di sinetron-sinetron remaja yang pernah ngetop atau lagi digandrungi, seperti cinta fitri atau cahaya.
Saudariku yang dicintai Allah…
Dalam kehidupan ini kita akan senantiasa dikelilingi oleh orang yang menganggap remeh atas dosa-dosa mereka, tak terkecuali saudara kita yang merasa butuh bergaul dengan lawan jenis. Namun sayangnya tanpa memperhatikan batasan syari'at. Entah apakah karena beranggapan bahwa kebaikan-kebaikan mereka sudah terlalu banyak atau beranggapan bahwa amalan-amalan shalih mereka sudah begitu melimpah. Sehingga pahala yang mereka kumpulkan pun sudah begitu menggunung.
Apakah shalat-shalat sunnahnya, shalat malamnya, puasa sunnahnya, infaqnya, kegiatan dakwahnya selama ini dan seterusnya dari amalan-amalan shalih yang mereka kerjakan akan seperti lautan yang akan menenggelamkan dosa-dosa yang mereka lakukan ? Sehingga, tanpa risih, merindukan kedatangan teman lelakinya untuk menengoknya di pondokan. Kemudian asyik berlama-lama bercengkerama dengannya di bawah naungan sinar lampu beranda pondokan.
Padahal sudah jauh-jauh hari para ulama kita talah mengingatkan umatnya agar terhindar dari bahaya pergaulan bebas ini. Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa setiap persahabatan yang dilandasi cinta karena selain Allah, maka pada hari kiamat nanti akan kembali dalam keadaan saling bermusuhan. Kecuali persahabatannya dilandasi cinta karena Allah ‘azza wa jalla, inilah yang kekal selamanya. (Tafsir Ibnu Katsir).
Apakah dinamakan cinta karena Allah jika kita mengharuskan adanya perjumpaan, berboncengan, atau bercanda gurau dengan menerjang rambu-rambu syari'at. Tentunya tidak hanya satu dari saudara kita dalam satu pondokan, baik yang telah mengikuti proses tarbiyah maupun yang belum tersentuh hidayah, masih ada yang belum yakin bahwa perhatian kaum kami yang hakiki adalah setelah menikah? Memang nampaknya jalan menuju ke sana tidak jelas dan butuh kesabaran ekstra. Apalagi kita dikejar usia yang semakin uzur. Sehingga akan membuat kaum hawa khawatir akan penampilannya yang semakin pudar.
Ditambah lagi dengan kondisi keluarga yang memprihatinkan dimana ayahanda sakit-sakitan atau bahkan telah lama ditinggal oleh salah satu atau kedua ortu sekaligus. Sehingga iblis akan mendatangi lalu membisikkanmu untuk segera memperoleh tambatan hati walaupun harus menabrak rambu syari'at. Sebab dengannya masa depanmu akan nampak "jelas" dan "pasti". Ditambah lagi kondisi kejiwaan kita, baik ikhwan atau akhwat, yang membutuhkan tempat berbagi/perhatian dari orang lain.
Apalagi bagi mereka yang berada jauh dari orang tua dimana hari-harinya diliputi kesedihan yang mendalam tatkala teringat ortunya di seberang laut/sungai. Ketika kami menampakkan diri di hadapanmu sebagai sosok pribadi yang peduli dan perhatian secara "tulus" akan segala masalah kehidupanmu maka engkau dengan serta-merta menganggap telah memperoleh tempat untuk berbagi segala beban kehidupanmu dalam perantauanmu ini.
Saudariku…seringkali kata sabar didengung-dengungkan setiap kali menghadapi segala ujian kehidupan tidak terkecuali ujian ini. Tetaplah bersabar dan ridho dengan keputusan Allah dan berserah diri kepada-Nya. Hindarilah mencari jalan pintas dengan menabrak rambu syari'at-Nya. Sebab salah satu tanda hilangnya iman dalam diri ini ialah ketidak sabaran dalam menjalani ketaatan kepada Rabbnya.
Imam Ahmad mengatakan, "Sabar disebutkan di dalam Al-Qur'an sebanyak lebih dari 70 ayat. Kaitan sabar dan iman seperti halnya kedudukan kepala dan jasad. Seseorang yang tidak sabar dalam melaksaknakan ketaatan, dalam menjauhi kemaksiatan serta ketika tertimpa musibah maka ia sudah kehilangan sebagian besar dari imannya."
(Kitab At-Tamhid: 391).
Sejatinya kesusahan bagi seorang muslim merupakan kebaikan jika dia bersabar. Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, "Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya. (HR. Muslim).
Namun masih banyak yang tidak setuju dengan perjodohan atau ta'aruf yang hanya mengenal beberapa hari saja. Alasannya pernikahan itu sakral dan untuk selama-lamanya. Jadi mesti hati-hati memilih pasangan hidup.Sehingga akan bermunculan problematika seperti ini, bagaimana bisa memahami karakter masing-masing calon kalau hanya bertemu sesekali ?  Atau yang lainnya seperti,  Dalam pergaulan sehari-hari, tentunya kalian berkepentingan untuk menjalin hubungan dengan laki-laki, berkomitmen untuk menikah nanti setelah semua cita-cita pribadi maupun harapan orang tua tercapai, tetap menjaga tanpa adanya kontak kulit, dan dalam pertemuan hanya sebatas cerita untuk mengenal satu sama lain, apakah hubungan kayak gini tetap nggak boleh?
Terbiasanya umat ini dengan gaya bergaul tanpa mengindahkan syari'at mengakibatkan semakin dilupakannya akhlak Islami yang mestinya ditegakkan. Bahkan mereka menganggap kebiasaan itu jauh lebih baik dan lebih tinggi nilainya daripada syari'at Allah yang mengharamkanya. Orang yang berpegang teguh pada agama ini malah dikatakan kuper, lugu, kolot, ketinggalan zaman, kaku, sulit beradaptasi, ekstrim, hendak memutuskan tali silaturrahim, dan sebagainya.
Saudariku…sekali lagi janganlah engkau tertipu dengan kata-kata manis dari kami karena sesungguhnya Allah Ta'ala belumlah menampakkan aib/topeng kami di hadapanmu.
Oleh karenanya perhatian kami terhadap kalian sebelum menikahlah yang haruslah diwaspadai karena dibangun di atas dusta dan kebohongan. Kami telah mengemasnya sedemikian rupa semata-mata untuk bersenang-senang memuaskan hawa nafsu yang tak lama kemudian akan tampaklah kenyataan yang sesungguhnya.
Bukankah Islam tidak mengenal pacaran ? Bukankah Islam menganjurkan nikah dulu baru cinta, bukan cinta dulu baru nikah. Kemudian kalau mereka mengatakan bahwasanya pacaran itu supaya tahu pacarnya, maka perlu diketahui bahwa pacaran itu bukan ukuran. Kebanyakan diantara mereka setelah menikah baru masing-masing tahu aslinya sehingga tidak jarang diantara mereka setelah lama berpacaran, 4 tahun pacaran, baru menikah satu tahun sudah bubar gara-gara mereka telah bercinta dulu sebelum menikah sehingga ketika menikahpun cinta mereka telah habis.
Jadi solusi yang benar adalah menikah dulu, kemudian setelah menikah baru bercinta. Namun ketika sebelum menikah ada proses-prosenya dulu, yaitu saling tukar menukar biodata, kemudian banyak tanya bagaimana akhlaknya, agamanya, setelah semuanya cocok, sholat istikharah terlebih dahulu, lalu bermusyawarah, kemudian juga nadhor (melihat calon pasangannya), baru nikah. Jikalau engkau mau sedikit berfikir maka perhatian kami yang tulus terhadapmu hanyalah bisa dibuktikan dengan menikahimu. Kemudian pasti akan timbul sakinah, kedamaian ketentraman dan didalamnya ada mawadah warahmah (cinta dan kasih sayang) yang sejati.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Rum: 21). 
Sekali lagi percayalah janji Allah yang akan mempertemukan kalian dengan pasangan yang sesuai dengan kapasitas kalian. Sengaja mempromosikan diri sebagai sosok wanita yang senang menyerempet syariat-nya. Maka secara tidak langsung kalian minta dijodohkan oleh-Nya dengan pasangan hidup yang seperti itu pula. Apakah yang itu yang diidam-idamkan oleh kalian selama ini ? Na‘udzubillahi min dzalik.
Allah telah mengingatkan hamba-Nya agar senantiasa memperbaiki diri masing-masing. Agar dijauhkan darinya pasangan hidup yang keji. Sebagaimana Allah telah berfirman yang artinya,
"Perempuan-perempuan yang keji untuk laik-laki yan keji, dan laki-laki yan gkeji untuk perempuan-perempuan yang keji(pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga)". (QS. An-Nur: 26). 
Bukankah sudah banyak contoh keluarga selebritis yang hancur berantakan padahal mereka telah berpacaran sebelum akad pernikahan. Bahkan telah sampai tahapan hubungan layaknya suami istri (bersentuhan, berpelukan, pegang-pegangan, cubit-cubitan, senggol-senggolan hingga perzinaan) lalu berikrar akan setia satu sama lain sampai ajal menjemput.
Apakah itu semua belum cukup untuk dijadikan bahan pelajaran atau cukupkah hanya sebagai bahan renungan belaka?
Saudariku yang budiman…
Ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia.
Allah Ta'ala berfirman yang artinya, "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang diinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik." (Ali Imran : 14) 
Tentunya ukhti dan saudara-saudaramu di pondokan telah meyakini bahwa agama ini adalah agama yang sempurna. Dimana di dalamnya telah diatur seluk beluk kehidupan manusia mulai dari adab buang air hingga hukum ketatanegaraan. Termasuk juga bagaimana pergaulan antara lawan jenis yang membawa keselamatan di dunia dan akhirat, di antaranya:
Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis. Apakah hal ini pernah kami, para lelaki, lakukan ketika berduaan denganmu ? Sebagian besar kita beralasan bahwa hijabnya di hati. Jadi kalau nggak ada perasaan apa-apa dengannya maka tidak perlu menundukkan pandangan. Kok dengan lancangnya diri ini berani men-tazkiyah/menganggap lebih suci dan sholeh dibandingkan para sahabat nabi atau istri-istri beliau.
Allah berfirman yang artinya, "Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (An-Nur: 30). 
"Dan katakanlah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (An-Nur: 31). 
Kemudian apakah jika kami berduaan denganmu ditemani cahaya lampu beranda tidak melanggar syari'at. Lebih ngerinya lagi jika ini "terpaksa" dilakukan oleh seorang muslimah, ia akan mencari-cari orang/teman kosnya untuk dijadikan mahrom-mahroman. Bukankah ini termasuk berdusta atas nama agama dan ia sedang menyelisihi perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam demi mengikuti bisikan setan serta tercapainya tujuan pribadi.
Padahal Allah telah berfirman yang artinya, "Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya. Dan baginya siksa yang menghinakan" 
(QS. An-Nisaa': 14). 
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu
menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah
membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. An-Nur: 21).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahramnya." (HR. Bukhari & Muslim).
Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita kecuali pihak ketiganya adalah setan (HR. Tirmidzi, 3/474 misyakatul mashabih, 3188).  {Yusuf al-Qaradhawi, Fiqih Praktis bagi Kehidupan Modern}
Memangnya kalau sudah tumbuh benih-benih cinta diantara kita engkau dapat menjamin kami tetap akan menampakkan kesopanan, kesholehan, dan rasa malu yang tinggi, sebagaimana dulu kita pertama kali berjumpa. Dapatkah engkau menjamin bahwa kami, yang nampaknya bertanggung jawab ini, tidak akan minta "yang macam-macam", sebagai pembuktian rasa cinta ?
Walaupun sebenarnya kami sadar hal itu dilarang oleh agama ini. Namun, yang namanya iblis, dengan pengalamannya yang berabad-abad, akan senantiasa berusaha membuat indah dan mulus jalan kemaksiatan. Ditambah lagi bertumpuknya kemaksiatan di dalam hati kami telah menyebabkan dominasi maksiat terpatri dalam hati dan membuat kami cenderung dan terikat pada maksiat tersebut.
Saudariku yang senantiasa menjaga malu…
Kemaksiatan akan memadamkan cahaya berupa ilmu yang telah dikaruniakan oleh Allah di dalam hati. Imam Syafi'i menceritakan pengalaman pribadinya kepada gurunya dalam bait syair berikut:
Aku mengadu kepada imam Waqi' tentang jeleknya daya hafalku 
Maka ia mengarahkanku agar meninggalkan maksiat. 
Ia berkata, "Ketauhilah, sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya, 
Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada ahli maksiat. 
Oleh karenanya saudariku…seringnya mengulangi perbuatan maksiat sehabis bertobat akan semakin melemahkan cinta kepada Allah dan menguatkan cinta kepada selain-Nya dalam hati ini. Bahkan lemahnya iman dapat menguasai dan mendominasi diri ini sehingga tidak tersisa dalam hati ini tempat untuk cinta kepada Allah kecuali sedikit bisikan jiwa.
Pengaruh iman tidak akan terasakan dalam melawan dorongan jiwa, menahan maksiat serta menganjurkan berbuat baik. Akibatnya diri ini akan semakin terperosok ke dalam lembah nafsu syahwat dan perbuatan maksiat. Sehingga noda hitam dosa menumpuk di dalam hati dan akhirnya memadamkan cahaya iman yang lemah dalam hati.
Lalu dapatkah engkau menjamin keakaraban kita mampu menahan kami untuk tidak menyentuhmu. Tentu saja hal ini tidak termasuk dalam larangan tersebut, hal-hal yang bersifat darurat dibutuhkan atau yang terjadi pada tempat ibadah seperti di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi ketika kedua tempat tersebut penuh sesak terutama ketika musim haji tiba.
Menyentuh saja dicegah apalagi sampai cubit-cubitan. Ini dikarenakan menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.
Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu‘anha berkata, "Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin)." (HR. Bukhari).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR. Thabrani dengan sanad hasan).
Bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga sampai bersabda, "Sungguh jika seorang pria disentuh oleh seekor babi yang berlumur tanah dan Lumpur, itu lebih baik baginya dari pada bila pundaknya disentuh oleh pundak wanita yang tidak halal baginya."(HR. Ath-Thabarani).
Mengapa masih ada saudara sepondokan, baik yang paham syari'at Islam maupun jahil terhadap agama ini, dengan santainya nekat menyerempet rambu-rambu syari'at. Dengan beralasan bahwa kami masih mampu kok menjaga hati atau beranggapan amalan ibadahnya sudah menggunung dan Allah Maha Pengampun sehingga berkenan melebur dosa-dosanya ? Padahal Allah sudah mengingatkan hamba-Nya untuk tidak coba-coba mendekati jalan-jalan menuju zina. Serta bukankah Allah telah mengingatkan kalian akan ketidakhalalan gaya bergaul semacam ini.
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Al Isra': 32). 
"Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar mas kawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan pacar. Barang siapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal mereka dan di Akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Al-Maidah: 5). 
Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka usaha kami untuk menjadi "pelindungmu" dapat diibaratkan orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja kami bisa masuk. Bukankah saat berpacaran kami tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang ? Bukankah denganmu kami sering melembut-lembutkan (ini kalo belum akrab) suara di hadapanmu ? bukankah kami akan senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaanmu ? Maka farji pun akan segera mengikutinya.
Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya.
Imam Ibnul Qoyyim berkata, "Allah tidak menjadikan mata itu sebagai cermin hati. Apabila seorang hamba telah mampu meredam pandangan matanya, berarti hatinya telah mampu meredam gejolak syahwat dan ambisinya. Apabila matanya jelalatan, hatinya juga akan liar mengumbar syahwat…" Beliau juga menuturkan, "Dalam hadits shahih disebutkan bahwa :
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak Adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustaknnya." (HR. Bukhari & Muslim).
Tentunya akan sulit bagi iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian saudara kita sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia, baik aktivis muslim maupun orang awam, dengan segenap upayanya. Jangan lupa ia didukung bala tentara yang sudah professional karena ditunjang pengalaman yang berabad-abad dalam hal menggelincirkan umat ini ke dalam jurang kemaksiatan.
Iblis telah bersumpah yang artinya,"Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya."(QS. Shaad: 82).
Kalaulah iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin cukuplah bagi iblis untuk bisa tertawa dengan membuat kita berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya.
Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini dibungkus dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang masalah agama kepada lawan jenisnya (Hal ini kami lakukan semata-mata untuk menunjukkan kepadamu bahwa kami adalah sosok pribadi yang peduli akan perbaikan agama dan akhlak), saling pinjam meminjamkan buku agama (kalau diserap ilmunya masih mendingan, lha kalau cuma jadi teman tidur kan lebih parah), peduli kondisi ruhiyah- mu misalnya dengan mengirim tausiyah lewat media SMS atau lainnya, miss called atau meng-SMS-mu untuk bangun shalat tahajjud dan lain-lain.
Oleh karenanya Allah Ta'ala memerintahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk memerintahkan orang-orang mukmin agar tetap menjaga dirinya agar tidak tergelincir dalam bahaya ini meskipun dirinya sudah merasa sholeh. Sebab Allah Ta'ala selalu menyaksikan amal perbuatan mereka,
"Dia mengetahui (pandangan)mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati." (Ghafir: 19). 
Tatkala seseorang terbiasa melakukan dosa dan hatinya telah tertutupi oleh karat kemaksiatan. Maka ia pun tidak lagi merasa risih terhadap pandangan dan gunjingan orang atas kemaksiatannya. Dia bahkan merasa bangga atas perbuatan kemaksiatannya dan dengan PD nya ia akan berkata, "Wahai fulan, aku telah berbuat begini dan begini!." Manusia macam inilah yang tidak diampuni dosanya dan menjadi sempitlah jalan taubat atas dirinya sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
"Setiap umatku akan dimaafkan kecuali bagi orang yang terang-terangan melakukan dosa." (HR. Bukhari & Muslim).
Ada sebagian di antara kita beralasan ketika diingatkan akan bahaya pergaulan di atas, "Pergaulan semacam ini nggak masalah, yang penting kan hati tetap terjaga karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, "Sesungguhnya Allah tidaklah melihat rupa maupun tubuh kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian."
Walaupun hati ini adalah raja, terkadang tanpa disadari, hati dapat terbelenggu dengan berbagai macam keinginan dan tujuan hidup pemiliknya. Orang yang sangat cinta harta misalnya, akan menjadikan seluruh tujuan hidupnya demi mendapatkan harta.
Sehingga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Celakalah budak dinar, celakalah budak dirham, celakalah budak qothifah (sejenis kain beludru). Sungguh ia celaka dan sakit. Apabila dia tertusuk duri maka tidak akan tercabut. Jika dia diberi, merasa ridho, namun, jika tidak, dia marah."(HR. Bukhari).
Setiap amal yang kita lakukan, baik buruknya merupakan cerminan dari hati kita. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "…ketauhilah bahwa sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Namun, jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketauhilah, bahwa ia (segumpal daging tersebut) adalah hati." (HR. Bukhari).
Ketauhilah wahai saudariku, Allah terkadang menghukum kita misalnya dengan penyakit, baik yang dirasakan langsung diri kita maupun yang menimpa keluarga kita. Ingatlah itu semua disebabkan atas dosa dan kesalahan kita!!!. Janganlah menyalahkan-Nya, salahkan saja diri yang hina ini.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri."( Asy-Syuura: 30). 
"Dan Kami tidaklah menganiaya diri mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (QS. Hud: 11).
Allah akan terus-menerus memberi teguran atas banyaknya dosa dan maksiat yang kita lakukan. Sebagaimana Allah telah berfirman yang artinya,
"Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitarmu dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertaubat)." (QS. Al Ahqof: 27). 
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya bahwa Nabi shalallahu'alaihi wasallam bersabda: Pada suatu malam aku bermimpi didatangi dua orang. Keduanya berkata kepadaku, Pergilah! -kemudian beliau menyebutkan haditsnya sampai pada sabdanya -:
Kemudian kami mendatangi bangunan seperti tanur yang di dalamnya terdengar suara gaduh memekik. Kamipun melongoknya. Ternyata di dalamnya terdapat pria dan wanita telanjang yang disambar oleh lidah api dari bawah mereka. Ketika lidah api itu mengenai mereka, merekapun memekik kepanasan dan kesakitan. Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menanyakan hal tersebut kepada malaikat, mereka menjawab: Adapun pria dan wanita yang ada di tanur tersebut mereka adalah laki-laki dan wanita pezina.
Maka masihkah engkau ingin saudara serumahmu menjadi bagian dari mereka wahai saudariku ?
Tentunya engkau menginginkan turunnya kecintaan dan pertolongan Allah kepada seluruh penghuni rumah, bukan ? Oleh karenanya dalam hal ini Allah mensyaratkan melalui lisan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam;
"Barangsiapa mencintai seseorang karena Allah, membenci seseorang karena Allah dan memusuhi karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan Allah hanya dapat diperoleh dengan hal tersebut. Seorang hamba tidak akan merasakan nikmat iman, sekalipun banyak shalat dan puasa, sehingga bersikap demikian." (HR. Ibnu Jarir).
Namun, sangat disayangkan sekali keadaan di pondokan. Dimanakah rasa wala & bara' (cinta dan benci) kita tempatkan ? Apakah kita tetap merasa sama saja. Baik itu bergaul dengan pelaku kemaksiatan maupun dengan teman liqo. Sehingga tidak ada usaha sedikitpun dari kita untuk mengingatkannya. Akibatnya dapat ditebak, mereka seakan-akan tidak merasa bersalah. Karena tidak ada saudara sepondokannya yang menegur perilakunya selama ini
Memang mencintai lawan jenis merupakan sebuah kewajaran, sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga demikian. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, "Kesenanganku dijadikan di dalam shalat. Dan aku dijadikan menyenangi wanita serta wewangian." (HR. Muslim).
Namun, manusia diciptakan dalam keadaan lemah ketika menghadapi fitnah syahwat. Oleh karenanya janganlah engkau tertipu oleh penampilan kami, para lelaki, layaknya orang yang sholeh terlebih-lebih terhadap orang awam(jahil akan agama ini). Walaupun dhohir- nya kami kelihatan sopan dan bertanggung jawab namun itu semua akan segera pupus dan tampaklah wajah asli kami tatkala engkau telah berada dalam gengaman kami.
Allah Ta'ala berfirman yang artinya, "Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah." (QS. An-Nisaa' : 28).
SufyanAts-Tsaury rahimahullah berkata, "Maksudnya adalah tidak sabar dalam menghadapi wanita." (Roudhotul Muhibbin).
Maka wajib bagi kita untuk senantiasa bersabar, bersabar dan bersabar. Sabar dalam melaksanakan ketaatan dan sabar dalam menjauhi dosa-dosa. Semoga Allah merahmati Imam Ahmad yang mengatakan bahwa sabar adalah terus menerus sampai seseorang menapakkan kakinya di Surga kelak.
Ketika seseorang bertanya kepada Abu Hurairah radhiallahu'anhu tentang makna takwa, Abu Hurairah radhiallahu'anhu kemudian bertanya kepada orang tersebut, Apakah engkau pernah melewati jalan yang berduri? Ia menjawab, Ya pernah. Abu Hurairah radhiallahu'anhu bertanya lagi, Apa yang engkau lakukan, Ia menjawab, Jika aku melihat duri maka aku menghindar darinya, atau melangkahinya, atau mundur darinya, Abu Hurairah radhiallahu'anhu berkata, seperti itulah takwa.
Akan lebih bijak apabila kemaksiatan di pondokan tersebut diselesaikan oleh kaummu sendiri( ibu kos atau teman-teman satu kos). Sebab akan lebih mengena dan tidak menimbulkan prasangka negatif terhadap kami dari si pelaku kemaksiatan tersebut, baik dari kaum kami maupun dari kaum hawa.
Allah Ta'ala berfirman yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang bahan bakarnya dari manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."(QS. At-Tahrim: 6). 
Sahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu berkata tentang ayat ini "Ajarilah mereka (keluarga kalian) tentang adab dan ilmu". Sedangkan Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma mengatakan "Lakukan ketaatan kepada Allah dan tinggalkanlah maksiat kepada Allah! Dan perintahkan keluarga kalian untuk zikir, supaya Allah menyelamatkan kalian dari siksa neraka". (Tafsir Ibnu Katsir).
Saudariku yang sedang menghadapi ujian kehidupan…
Munculnya fenomena di atas di kalangan kaum terpelajar, baik berstatus aktivis maupun bukan, tentunya bukan saja tanggung jawab pemilik pondokan untuk mengingatkan penghuninya untuk tidak melakukan kemaksiatan terselubung tersebut. Namun amar ma'ruf nahi mungkar ini sudah menjadi tanggung jawab segenap penghuni, baik pemilik maupun anak kos. Apabila seseorang telah menganggap remeh suatu dosa, ketahuilah saudariku bahwa, sesungguhnya dia telah terpedaya oleh iblis, walaupun mereka telah banyak beramal dengan amalan-amalan ketaatan.
Maka bukanlah dikatakan takwa jika seseorang sengaja menerjang rambu-rambu syariat, mengerjakan apa-apa yang diharamkan oleh Allah atau meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya.
Saudariku yang senantiasa menjaga kesholehan sosial…renungkanlah hadits ini…
Tsauban radhiaallahu'anhu meriwayatkan sebuah hadits yang dapat membuat orang-orang shalih susah tidur dan selalu mengkhawatirkan amal-amal mereka. Tsauban radhiaallahu'anhu berkata, Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Aku benar-benar melihat diantara umatku pada hari Kiamat nanti, ada yang datang dengan membawa kebaikan sebesar gunung di Tihamah yang putih, lalu Allah menjadikannya seperti kapas berterbangan, Tsauban bertanya, Ya Rasulullah, jelaskan kepada kami siapa mereka itu agar kami tidak seperti mereka sementara kami tidak mengetahui!, Beliau bersabda, Mereka adalah saudara-saudara kalian dan sebangsa dengan kalian, mereka juga bangun malam seperti kalian, akan tetapi apabila mendapat kesempatan untuk berbuat dosa, mereka melakukannya.
(HR. Ibnu Majah, disahihkan oleh AlBani dalam Silsilatul Ahaadits Shahihah No,505)
Saudariku, masihkah kita merasa bangga dengan status kita sebagai aktivis muslim namun kita tidak pernah merasa miris ketika mengetahui ada saudara seiman, sepondokan,atau seangkatan maupun yang tidak seangkatan yang sengaja menjatuhkan dirinya dalam pergaulan tanpa batasan syar'i ?
Apakah ilmu teman-teman sepondokan selama ini hanya berguna bagi organisasinya saja dan mengacuhkan kondisi pergaulan di pondokannya. Kami menyadari kesibukan ukhti baik sebagai mahasiswi maupun sebagai aktivis dakwah. Namun bukankah tidak ada salahnya kami meminta secuil pengalamanmu dalam berdakwah di kampus/masyarakat. Demi kondisi pondokan yang lebih baik di masa depan. Amiin.
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta'ala,
"Dan haruslah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imron: 104). 
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tiap-tiap amal (pekerjaan) ada masa-masa semangat, dan tiap-tiap masa semangat ada masa lelahnya maka barangsiapa lelah letihnya karena melaksanakan ajaranku, maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa lelah letihnya bukan karena melaksanakan ajaranku, maka dia termasuk orang yang binasa." (HR. Hakim dan Al Baihaqi).
Kami yakin ukhti telah mengingkarinya dengan hati. Kini saatnya kalian bersama pemilik pondokan berusaha mencegah kemaksiatan yang dilakukan oleh sesama penghuni kos melalui lisan. Kemudian tanggung jawab pemilik pondokanlah untuk menindak lanjuti penghuni yang nakal tersebut dengan kekuasaannya.
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda,
"Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika ia tidak sanggup maka hendaklah ia mengubah dengan lisan, serta kalau ia tidak sanggup maka hendaklah ia mengubahnya dengan hati, dan itu adalah selemah-lemah iman." (HR. Muslim).
Saudariku…kuingin berbagi kebiasaan kaum kami dalam berhubungan dengan kalian. Beberapa contoh riil di bawah ini kami sampaikan semata-mata bertujuan agar saudari kita dalam pondokan mampu melepaskan diri dari jeratan teman-teman kami, para serigala berbulu domba. Apakah beberapa manuver ini pernah ukhti alami ?
Kami senang sekali bercakap-cakap dengan kalian, entah itu dalam urusan tugas kuliah maupun untuk sesuatu yang nampaknya dipaksakan baik itu secara langsung maupun via telepon. Bila tidak ada urusan pun kami akan berusaha mencari-cari celah agar dapat berjumpa denganmu atau sekedar mengobrol satu atau dua menit. Sebenarnya kami sadar Allah merekamnya demikian juga setan dari jenis jin maupun manusia pun ikut membuat suasana pertemuan itu semakin nyaman dan akrab.
Sebagaimana salah satu firman-Nya,
"Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Infithar: 10-12).
Kami, para petualang cinta, akan terus menggunakan sarana ini sebagai alat untuk semakin mengenalkan diri kami kepada kalian. Agar kalian semakin akrab, rindu, dan betah bergaul dengan kami. Kondisi semacam ini dapat diqiyaskan juga ke dalamnya chating. Tentunya chating yang tiada ujung pangkalnya dan hanya membuang waktu semata. Apalagi sekarang telah ada teknologi messenger yang didukung oleh perangkat webcam. Pastinya semua itu akan semakin menambah nyaman bagi kami.
Memang di kajian-kajian kami sering diingatkan akan bahaya ini.
Sebagaimana yang disabdakan Beliau shalallaahu ‘alaihi wa sallam:
"Hati-hatilah pada dunia dan hati-hatilah pada wanita karena fitnah pertama bagi Bani Isroil adalah karena wanita." (HR. Muslim).
Namun, itu semua sepertinya menguap begitu saja tatkala wanita yang menjadi incaran kami ada di hadapan mata. Apalagi di era globalisasi sekarang ini ketika arus informasi dengan mudahnya diakses. Cukup dengan mengklik tombol, si dia pun hadir di hadapan kami. Terpaan syubhat teknologi inilah yang tidak dapat kita bendung sehingga menggiring kita semakin terlena akan godaan ini.
Jika kita acuhkan maka pastilah kita akan dikucilkan oleh teman sepermainan dan dianggap nggak gaul, kuper atau gaptek (gagap teknologi).
Langkah selanjutnya, seiring dengan kemajuan teknologi. Dimana bertebaran tempat-tempat foto kilat di pusat perbelanjaan yang biasa digunakan kaum muda-mudi untuk mengekspresikan persahabatannya. Demikian pula munculnya software pengolah gambar serta hp dengan fasilitas foto mutakhir akan semakin memudahkan kami untuk menyalahgunakannya.
Oleh karenanya Saudariku …janganlah engkau bermudah-mudahan mau difoto oleh kami atau memfoto dirimu kecuali karena suatu hajat dan janganlah terlalu mudah engkau sebarluaskan fotomu dengan segala bentuknya karena hal tersebut merupakan celah bagi kami, para serigala manusia, untuk berusaha menerkammu.
Selain itu kami sangat senang apabila engkau membalas "sinyal" dari kami. Entah itu berwujud sms,telpon,email atau respon apapun tergantung kecanggihan teknologi saat itu. Terutama yang bersifat tidak penting atau sekedar iseng. Kami anggap itu adalah salah satu bentuk perhatian darimu. Oleh karenanya berhati-hatilah dalam memberi respon balik karena hal itu akan membuat kami semakin "terbang jauh di awan". Dan merupakan sarana efektif yang akan kami gunakan untuk semakin mengakrabkan "ukhuwah" kita ini.
Saudariku…kami juga sangat berharap engkau merasa diperhatikan oleh kami. Terutama sekali di saat-saat momen spesial dalam hidupmu. Entah itu dengan kunjungan ke kosmu, mentraktirmu (kalau mangsa udah kecantol biasanya gantian yang ntraktir tergantung momennya), menemanimu shopping, menghadiahkanmu sesuatu yang tidak engkau duga-duga atau sekedar mengirimkan ucapan bernada "kepedulian sosial" via telepon. Namun…kalaulah isi dompet atau jarak membatasi kita cukuplah kukirim salam hangat via SMS atau e-mail.
Saudariku yang tegar menghadapi godaan…
Dalam bergaul dengan lawan jenis tentunya kami akan menyerumu dengan kata-kata puitis yang bernada menghalalkan adanya cinta (pacaran) sebelum pernikahan, menampakkan keramahan, kesholehan, kejujuran dan keikhlasan, menyatakan sangat menghargai dan menjunjung tinggi kehormatanmu serta berlemah lembut dalam pembicaraan.
Kami juga memahami engkau lebih suka bergaul dengan teman sharing yang humoris dan open minded. Sehingga kami pun akan berusaha semaksimal mungkin membahagiakanmu dengan gurauan yang kami miliki. Semata-mata ingin membuatmu betah & nyaman berteman bersama kami. Biasanya dalam bergaul denganmu kugunakan perkataan yang nampaknya menyakitkanmu namun sejatinya untuk menggodamu. Tentunya jikalau engkau bijak akan engkau dapati kata-kata aneh namun lucu dariku, seperti si jelex, cerewet, atau mengubah-ubah namamu menjadi bahan candaan. Inti dari semua itu ialah menjadikan suasana pertemuan kita tidak garing dan terus mengalir. Hingga waktu memisahkan kita.
Yang terpenting bagi kami di hadapanmu ialah kami akan senantiasa berusaha tampil perfect dan bersikap sebagai pelindungmu, dalam segala hal. Namun sejatinya kami mengkhianati keluargamu dengan semua topeng kemunafikan di atas,baik itu dengan jalan meneleponmu, mengirimkan sms tausiyah, me-missed call-mu agar bangun untuk shalat malam, mengajakmu jalan bersama atau mengantarkanmu ke manapun tujuanmu dengan motor (berboncengan) atau mobil dan segala kebusukan lainnya.
Sungguh kami melakukan semua itu dengan tujuan-tujuan busuk yang pasti akan tampak jelas hanya bagi orang yang memikirkannya. Akankah kami benar-benar menjunjung tinggi kehormatanmu sementara kami mengajakmu bercengkerama, berjumpa dan jalan/berboncengan bersama, tanpa ada batasan syari'at di dalamnya, padahal engkau belum halal bagi kami ? Percayalah bahwasanya hawa nafsu telah merasuki pikiran kami untuk meminta waktumu agar dapat berjumpa/ bercengkerama/ ber –kholwat denganmu. Berhati-hatilah karena saat itu kami bukanlah sosok pribadi yang engkau kenal. Namun telah beralih menjadi lebih sesat daripada hewan ternak.
Sebenarnya Allah telah mengingatkan umatnya akan bahaya bermain-main dengan hawa nafsu.
"Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya ? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)". (QS. Al Furqan: 43-44). 
Saudariku… teguhkanlah hatimu untuk tetap tidak tergoda bujuk rayu kami.
Ibunda kaum muslimin ‘Aisyah radhiyallahu‘anha menceritakan, Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam sering kali memanjatkan doa, "Yaa Muqallibal quluub, tsabbit qalbi ‘alaa tha'aatik" (Wahai Dzat Yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hati hamba untuk senantiasa taat kepada-Mu).  Melihat sikapnya itu maka ‘Aisyah radhiyallahu‘anha berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, Anda sering sekali memanjatkan doa ini. Apakah Anda juga merasa khawatir ?" Lalu beliau pun bersabda,
"Apakah yang dapat membuatku merasa tenang wahai ‘Aisyah, sementara hati-hati manusia itu berada di antara dua jari-jemari Ar-Rahman. Dia membolak-balikkan hati menurut kehendak-Nya. Apabila Dia ingin membalikkan hati seorang hamba maka Dia pun membalikkannya."
(HR.Ahmad, Ibnu Abi'Ashim, Abu Ya'la, dan Al Ajurri. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Zhilalul Jannah).
Kalau Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam saja seperti ini maka bagaimanakah lagi dengan kita ? Oleh karenanya mohonlah kepada Allah untuk tetap teguh di atas jalur ketaatan. Agar engkau terhindar dari manuver dan kata-kata manis dari kaum kami. Yang tidak ada obat manapun yang mampu menyadarkanmu bila telah terbius olehnya. Terkecuali berobat dengan apa-apa yang telah diajarkan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan wasiat para ulama.
Munculnya kerinduan akan kasih sayang dari lawan jenis tentunya tidak akan muncul begitu saja. Semuanya butuh proses tidak terkecuali masalah yang satu ini. Bacaan, tontonan televisi, serta dan kisah-kisah cinta yang rendah, hina penuh aib dan cela (harus difilter dg sudut pandang ilmu syar'i, ada nggak sih manfaatnya), merupakan akar dari tumbuhnya pohon cinta. Engkau akan dapati di dalamnya zat, yang lebih hebat daya pengaruhnya dibandingkan racikan kimia terbaik buatan manusia manapun, yang akan membiusmu perlahan-lahan tanpa engkau sadari. Racun itu menyelinap di antara indahnya halaman tabloid yang warna-warni, suguhan tayangan yang memanjakan mata untuk tetap menontonnya, serta kertas majalah yang halus mengkilap dan wangi.
Murid Ibnu Taimiyah yaitu Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengemukakan enam tahapan yang dilalui setan dalam menyesatkan dan memperdaya manusia.
Tahap pertama ialah pengkafiran atau pemusyrikan manusia. Kalau yang diajaknya itu muslim, yang beriman teguh, tidak dapat dikafirkan, dan tidak dapat dimusyrikkan, setan melangkah ke tahap kedua.
Tahap kedua ialah pembid'ahan.
Kalau yang didakwahi setan ini orang yang kokoh dan istiqomah pada ajaran Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam, setan akan melangkah pada tahap ketiga.
Tahap ketiga yaitu menjebak orang Islam kepada kaba'ir (dosa-dosa besar).
Kalau yang bersangkutan beriman teguh. Setan tidak pernah berputus asa. Ia segera beralih ke tahap keempat.
Tahap keempat yaitu menjebak manusia dengan dosa-dosa kecil.
Kalau masih gagal, setan segera melangkah ke tahap kelima.
Tahap kelima yaitu menyibukkan manusia kepada masalah-masalah yang mubah (boleh). Sehingga yang bersangkutan menghabiskan waktunya untuk urusan-urusan yang mubah, yang dampaknya, lupa menunaikan perbuatan-perbuatan yang dicintai Allah Ta'ala. Misalnya: Frekuensi membaca/mendengarkan Al Quran lebih sedikit daripada aktivitas menonton film/membaca novel. Kalau tahap kelima ini tetap gagal juga, setan akan melanjutkannya ke tahap keenam.
Tahap keenam yaitu menyibukkan manusia dalam urusan-urusan kurang bermanfaat atau yang manfaatnya lebih kecil sehingga dampak persoalan yang lebih penting dan yang lebih baik jadi tertinggalkan dan terabaikan. Misalnya, sibuk dengan amalan sunnah sehingga amalan wajib tertinggalkan.
Saudariku yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat wanita…
Apakah pemilik pondokan atau ukhti bersalah, jika di pondokannya, menginginkan penghuninya memilih tayangan yang bermutu serta menjauhi infotainment, program acara, sinetron-sinetron,dan film-film yang hina, yang hanya menonjolkan kemewahan serta gemerlapnya dunia, menyajikan kisah cinta dengan akting yang justru merendahkan martabat wanita.Dimana tinggi rendahnya nilai seseorang harus ditunjukkan dengan besar kecilnya rasa sayangnya kepada kekasihnya. Atau apakah berdosa mematikan akses ke televisi agar penghuni atau saudaranya menjauhi semua itu karena hanya akan merusak akhlak, kehormatan, serta rasa malunya.
Tentunya semua itu harus dilakukan dengan niat ikhlas berdakwah lillahi ta'ala serta penuh hikmah agar mereka segera sadar akan kekeliruannya selama ini.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka ia akan memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun." (HR. Muslim).
Pada tafsir surat Al ‘Ashr, Syaikh Abdurrahman As-Sa'di rahimahullah berkata, "Maka dengan dua hal yang pertama (ilmu dan amal), manusia dapat menyempurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir (dakwah dan sabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan dengan menyempurnakan keempat-empatnya, manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar".
(Taisiir Karimir Rohman).
Yakinlah selama jalan yang kita tempuh berada di koridor-Nya, Insya Allah, Allah akan senantiasa memudahkan segala urusan orang yang menolong agama-Nya.
Allah Ta'ala berfirman yang artinya, "Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu".
(QS. Muhammad: 7).
Menolong agama Allah Ta'ala tentunya bukanlah dengan jalan menjadi aktivis di lembaga dakwah kampus atau istiqomah beramal tetapi masih hobi melanggar ketentuan-Nya. Tolonglah agama ini dengan melakukan ketaatan dan menjauhi larangan-Nya.
Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman yang artinya,
"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembayang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar." (QS. Al-Hajj: 40-41).
Dari ayat di atas terlihat jelas bahwa sebab terbesar datangnya pertolongan Allah adalah dengan mentaati Allah dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara bentuk mentaati Allah dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan mempelajari dan memahami agama ini. Paham akan segala konsekuensi yang kelak kita terima apabila berani melanggar larangan-Nya. Serta bertekad meninggalkan kemaksiatan yang biasa dahulu dilakukan semasa masih jahil terhadap agama ini.
Sekali lagi kami memohon pertolongan saudariku, yang telah lebih dahulu memperoleh hidayah, untuk segera menjauhkan pondokan ini dari azab Allah. Tentunya dengan jalan tidak membiarkan saudari kita semakin terlena atas perbuatannya.
Allah Ta'ala berfirman yang artinya, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. Al-A'rof: 96).
Allah Ta'ala juga berfirman, "Jika kamu (wahai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah Allah perintahkan, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar." (QS. AL-Anfal: 73).
Saudariku…ingatlah kita adalah perantau…
Kenikmatan hidup seringkali membuat kita lupa diri dan tidak tahu diri. Sehingga kita lupa dimanakah tujuan akhir hidup ini dan akan kemanakah kita !!!
Dan untuk apa kita dihidupkan oleh-Nya di muka bumi ini.
Nabi shalallahu'alaihi wa sallam bersabda:

"Surga dan neraka telah diperlihatkan kepadaku, maka aku belum pernah memandang hari yang lebih banyak mengandung kebaikan sekaligus keburukan daripada hari ini. Kalau kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis" Anas bin Malik melanjutkan, "Tidak ada hari setelah itu yang lebih berat bagi para Sahabat dibandingkan dengan hari tersebut. Pada hari itu, mereka semua menutup kepalanya sambil terisak-isak karena tangisan" (HR Bukhari dan Muslim)
Bagaimana saudariku? Apakah hatimu tergetar mendengar hadits ini? Kalau seandainya tidak, maka engkau adalah manusia yang sangat perlu untuk dikasihani, bagaimana tidak? Para sahabat yang jiwa, raga dan hartanya telah mereka curahkan untuk membela dan memperjuangkan Islam, dengan ketakwaannya mereka adalah manusia yang sangat takut kalau-kalau akhir kehidupan mereka di neraka.
Sementara kita….? Apa yang telah kita persiapkan? Apa yang telah kita berikan untuk Islam dan kaum muslimin ? Mereka dihina, dimusuhi, dilempari, diusir dari kampung halaman, disiksa seperti Bilal, lantas…pernahkah kita mengalami hal seperti itu?
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Demi Allah, kalau kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit bersenang-senang dan banyak menangis, dan kalian juga tidak akan bersenang-senang terus di atas ranjang dengan istri kalian, lalu kalian akan keluar menuju ke pegunungan (tempat menyepi) untuk beribadah kepada Allah" Abu Dzar berkata, "Sampai-sampai aku menginginkan kalau diriku hanyalah pohon yang tumbang" (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang hasan).
Begitulah, begitu mengerikannya ketika kita dihisab di akhirat, hanya ada 2 pilihan, surga atau neraka, sampai-sampai Abu Dzar, seorang sahabat Nabi yang keimanan dan amalnya tidak kita ragukan, membela Nabi, membela Islam…, beliau kalau diminta memilih daripada dihisab, beliau memilih menjadi sebatang pohon karena pohon tidak ada beban yang harus dipertanggungjawabkan. Bagaimana dengan kita? Apa yang sudah kita siapkan untuk hari perhitungan nanti? Apakah kita sudah menyiapkan amalan-amalan kebaikan? Apakah kita sudah berprinsip bahwa "waktu adalah ibadah", atau malah selama ini kita hanya membuang-buang waktu dengan sesuatu yang kurang…
Wallahu a'lam bish showab…